Pemerintah akan memutuskan perpanjangan kontrak kerjasama blok Mahakam di Kalimantan Timur paling lambat pada 2015. Kontrak blok yang dikelola oleh Total EP Indonesie itu baru akan berakhir pada 2017.
Lembaga kajian migas dan tambang, ReforMiner Institute meminta pemerintah memberikan hak pengelolaan secara otomatis pada blok yang akan habis masa konsesinya seperti Mahakam kepada Pertamina, sebagai perusahaan migas negara.
Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pemberian hak pengelolaan itu bukan saja menjadi modal bagi Pertamina berkembang menuju perusahaan kelas dunia, tetapi secara geopolitik juga memperkuat ketahanan energi nasional.
"Hingga akhir kontrak 2017 nanti, berarti Total dan Inpex telah mengelola 50 tahun atau sudah cukup banyak menikmati keuntungan dari Blok Mahakam. Kini, saatnya dikelola bangsa sendiri," ujarnya.
Sementara itu, Total EP Indonesie masih memiliki niat untuk memperpanjang kontrak tersebut setelah tahun 2017. "Kita ingin melanjutkan operasi di blok Mahakam. Kita harapkan itu bisa terlaksana," ujar Presiden dan General Manager Total EP Indonesie, Elizabeth Proust.
Seperti diketahui, PT Pertamina (Persero) berharap sudah masuk blok Mahakam pada 2011 ini. Hal ini sebagai upaya untuk mempersiapkan kemampuan perusahaan, agar ketika nanti kontrak berakhir pada 2017, Pertamina diinstruksikan untuk mengelola sudah tidak ada kendala lagi. Pada tahun ini, Pertamina berharap memperoleh saham sebesar 15% di blok Mahakam.
Bahkan Pertamina telah mengajukan proposal kepada pemerintah sejak 4 November 2009. Karena blok yang dikelola oleh Total dan Inpex tersebut mampu menggenjot portofolio perseroan dan menjadi salah satu ladang penghasil gas terbesar di dalam negeri.
Produksi gas Blok Mahakam pada 2010 tercatat 2,48 miliar kaki kubik per hari dan minyak 93.000 barel per hari. Konon, cadangan gas di blok Mahakam masih tersisa sebesar 12,4 triliun kaki kubik (trillion cubicfeet/ tcf), dari total cadangan 23 tcf.
Total EP Indonesie dan Inpex Corp yang kini memegang hak konsesi atas blok Mahakam diperkirakan telah mengeksploitasi sekitar 10,6 tcf gas. Sebanyak 8,2 tcf gas saat ini masih dalam tahap pengembangan, sedangkan 42 tcf akan dikembangkan.
Total dan Inpex dikabarkan membutuhkan dana yang besar untuk mengembangkan proyek di Tunu 13b, Peciko 7a, serta South Mahakam 1 dan 2. Proyek di Tunu 13b ditaksir membutuhkan dana investasi sekitar US$ 724 juta, Peciko 7a US$ 530 juta, serta US$ 400 juta dan US$ 377 juta di South Mahakam 1 dan 2.
Pemerintah mendukung PT Pertamina untuk ikut mengelola blok penghasil gas terbesar tersebut bersama dengan Total sejak saat ini. "Sayangnya, kata dia Pemerintah tidak bisa ikut campur untuk besaran saham atau hak partisipasi maupun operator blok tersebut," terang Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo.
Lembaga kajian migas dan tambang, ReforMiner Institute meminta pemerintah memberikan hak pengelolaan secara otomatis pada blok yang akan habis masa konsesinya seperti Mahakam kepada Pertamina, sebagai perusahaan migas negara.
Direktur ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto mengatakan, pemberian hak pengelolaan itu bukan saja menjadi modal bagi Pertamina berkembang menuju perusahaan kelas dunia, tetapi secara geopolitik juga memperkuat ketahanan energi nasional.
"Hingga akhir kontrak 2017 nanti, berarti Total dan Inpex telah mengelola 50 tahun atau sudah cukup banyak menikmati keuntungan dari Blok Mahakam. Kini, saatnya dikelola bangsa sendiri," ujarnya.
Sementara itu, Total EP Indonesie masih memiliki niat untuk memperpanjang kontrak tersebut setelah tahun 2017. "Kita ingin melanjutkan operasi di blok Mahakam. Kita harapkan itu bisa terlaksana," ujar Presiden dan General Manager Total EP Indonesie, Elizabeth Proust.
Seperti diketahui, PT Pertamina (Persero) berharap sudah masuk blok Mahakam pada 2011 ini. Hal ini sebagai upaya untuk mempersiapkan kemampuan perusahaan, agar ketika nanti kontrak berakhir pada 2017, Pertamina diinstruksikan untuk mengelola sudah tidak ada kendala lagi. Pada tahun ini, Pertamina berharap memperoleh saham sebesar 15% di blok Mahakam.
Bahkan Pertamina telah mengajukan proposal kepada pemerintah sejak 4 November 2009. Karena blok yang dikelola oleh Total dan Inpex tersebut mampu menggenjot portofolio perseroan dan menjadi salah satu ladang penghasil gas terbesar di dalam negeri.
Produksi gas Blok Mahakam pada 2010 tercatat 2,48 miliar kaki kubik per hari dan minyak 93.000 barel per hari. Konon, cadangan gas di blok Mahakam masih tersisa sebesar 12,4 triliun kaki kubik (trillion cubicfeet/ tcf), dari total cadangan 23 tcf.
Total EP Indonesie dan Inpex Corp yang kini memegang hak konsesi atas blok Mahakam diperkirakan telah mengeksploitasi sekitar 10,6 tcf gas. Sebanyak 8,2 tcf gas saat ini masih dalam tahap pengembangan, sedangkan 42 tcf akan dikembangkan.
Total dan Inpex dikabarkan membutuhkan dana yang besar untuk mengembangkan proyek di Tunu 13b, Peciko 7a, serta South Mahakam 1 dan 2. Proyek di Tunu 13b ditaksir membutuhkan dana investasi sekitar US$ 724 juta, Peciko 7a US$ 530 juta, serta US$ 400 juta dan US$ 377 juta di South Mahakam 1 dan 2.
Pemerintah mendukung PT Pertamina untuk ikut mengelola blok penghasil gas terbesar tersebut bersama dengan Total sejak saat ini. "Sayangnya, kata dia Pemerintah tidak bisa ikut campur untuk besaran saham atau hak partisipasi maupun operator blok tersebut," terang Dirjen Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Evita Herawati Legowo.