Saturday, June 11, 2011

Pijat Refleksi : Bersakit-sakit dahulu, Bersenang-senang kemudian


Pijat yang berasal dari daratan China ini fokus pada pemijatan di telapak kaki untuk menormalkan peredaran darah. Bukan hanya telapak kaki tetapi juga hingga sebatas lutut, tangan, punggung, leher dan kepala. Bagian pertama yang dipijit berturut-turut adalah telapak kaki, jari-jari kaki, kaki hingga batas lutut, tangan, punggung, leher kemudian kepala. Syaraf di telapak kaki mempunyai titik-titik yang berhubungan dengan syaraf-syaraf di bagian organ tubuh yang lainnya.

Penggemar pijat ini adalah orang-orang lanjut usia yang banyak mempunyai penyakit seperti darah tinggi, migrain, sakit pinggang, sakit punggung maupun untuk melancarkan peredaran darah. Alat pijat yang digunakan adalah sebuah kayu untuk menekan syaraf-syaraf dan jari-jari dari pemijat yang sangat kuat.

Keluhan-keluhan akan ditanyakan oleh pemijat sehingga bisa fokus bagian mana yang harus dipijat untuk melancarkan peredaran darah yang terganggu. Jerian-jeritan bahkan menjadi hal yang umum ketika seseorang direfleksi, terutama ketika dipijit untuk melancarkan bagian syaraf yang terganggu. Orang dewasa pun tak akan mampu menahan sakit dan menjerit ketika titik syarafnya ditekan dengan jari oleh pemijit. Durasi pijit yang berkisar 30 menit hingga satu jam seakan berjalan lambat ketika titik-titik darah yang tersumbat mulai dilancarkan oleh pemijit.

Sakit-nya proses pemijatan akan terbayarkan sesudah proses pemijitan, keesokan harinya ketika bangun pagi kita akan merasakan tubuh yang segar dan rileks karena mulai lancarnya aliran peredaran darah. Pijat Refleksi memerlukan beberapa kali kunjungan untuk memaksimalkan hasil dari pijitan tersebut.  

Siapkan waktu 9% di jalan, jika bekerja di Jakarta


Jakarta, adalah Ibukota Negara kita tercinta Indonesia. Jakarta sebagai jantung Indonesia baik itu pusat pemerintahan maupun pusat kegiatan ekonomi. Sebuah kota yang menjanjikan akan masa depan dan magnet untuk mengumpulkan rupiah, tak heran kota Jakarta dijejali oleh jutaan orang yang datang dari berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari sektor formal hingga sektor informal, pusat peredaran uang yang menyedot para pekerja menuju kota ini. Berbagai macam profesi pun dijalani demi kelangsungan hidup keluarga.

Para pekerja yang bekerja di Jakarta mungkin memilih untuk tinggal di sekitar kota-kota Jakarta seperti bogor, tangerang, depok, bekasi, cibubur dan kota-kota lain dengan alasan yang bervariasi namun kebanyakan adalah karena mahalnya tempat tinggal di Jakarta. Untuk menempuh tempat kerja dibutuhkan waktu yang lumayan meskipun jarak tempuh tidak terlalu jauh karena kemacetan lalu lintas yang sangat luar biasa padat. Sebagai contoh adalah dengan jarak tempuh yang hanya 35.km, kita bisa menghabiskan waktu 1.5 jam dengan kendaraan roda dua. Itu berarti kecepatan rata-rata kendaraan hanya 23 km/jam, belum lagi bagi para pekerja yang menggunakan kendaraan umum yang pasti harus berangkat  lebih awal karena semakin siang kemacetan akan semakin menjadi.

Minimum waktu yang kita perlukan di perjalanan dari kota di sekitar Jakarta menuju Ibukota adalah 3 jam untuk berangkat dan pulang kerja. Dalam sebulan apabila hari kerja senin hingga jumat maka waktu yang kita habiskan di jalan adalah 60 jam atau sama dengan 9% dari total waktu 672 jam dalam sebulan. Sebuah pengorbanan waktu demi untuk mencari nafkah keluarga yang mungkin kita hanya punya waktu sekitar 26%.

Namun itulah sebuah dinamika hidup di kota impian dan surga bagi pencari kerja. Sebuah kota yang menggiurkan seperti madu tetapi terkadang mempunyai kehidupan yang sangat keras.